Kisah Pohon Apel
Sabtu, 08 Februari 2014
Tulis Komentar
Sebagian dari kita mungkin sudah pernah membaca cerita ini tapi apa salahnya saya
muat kembali buat saudara-saudara kita yang belum pernah membaca cerita ini
dan sebagai bahan review buat yang sudah pernah membaca. Semoga bermanfaat………
Suatu masa dahulu, terdapat sebatang pohon apel yang amat besar.Seorang kanak-
kanak lelaki begitu gemar bermain-main di sekitar pohon apel ini setiap hari. Dia memanjat
pohon tersebut, memetik serta memakan apel sepuas-puas hatinya, dan adakalanya dia
beristirahat lalu terlelap di perdu pohon apel tersebut. Anak lelaki tersebut begitu menyayangi
tempat permainannya.
Pohon apel itu juga menyukai anak tersebut. Masa berlalu… anak lelaki itu sudah
besar dan menjadi seorang remaja. Dia tidak lagi menghabiskan masanya setiap hari bermain
di sekitar pohon apel tersebut. Namun begitu, suatu hari dia datang kepada pohon apel
tersebut dengan wajah yang sedih.
“Marilah bermain-mainlah di sekitarku,” ajak pohon apel itu.
“Aku bukan lagi kanak-kanak, aku tidak lagi gemar bermain dengan engkau,” jawab remaja
itu.
“Aku mau permainan. Aku perlu uang untuk membelinya,” tambah remaja itu dengan nada
yang sedih.
Lalu pohon apel itu berkata, “Kalau begitu, petiklah apel-apel yang ada padaku.
Juallah untuk mendapatkan uang. Dengan itu, kau dapat membeli permainan yang
kauinginkan.”
Remaja itu dengan gembiranya memetik semua apel di pohon itu dan pergi dari situ.
Dia tidak kembali lagi selepas itu. Pohon apel itu merasa sedih.
Masa berlalu…
Suatu hari, remaja itu kembali. Dia semakin dewasa. Pohon apel itu merasa gembira.
“Marilah bermain-mainlah di sekitarku,” ajak pohon apel itu.
“Aku tiada waktu untuk bermain. Aku terpaksa bekerja untuk mendapatkan uang. Aku ingin
membina rumah sebagai tempat perlindungan untuk keluargaku. Bisakah kau menolongku?”
Tanya anak itu.
“Maafkan aku. Aku tidak mempunyai rumah. Tetapi kau boleh memotong dahan-dahanku
yang besar ini dan kau buatlah rumah daripadanya.” Pohon apel itu memberikan cadangan.
Lalu, remaja yang semakin dewasa itu memotong ke semua dahan pohon apel itu dan pergi
dengan gembiranya. Pohon apel itu pun turut gembira tetapi kemudiannya merasa sedih
karena remaja itu tidak kembali lagi selepas itu.
Suatu hari yang panas, seorang lelaki datang menemui pohon apel itu. Dia sebenarnya
adalah anak lelaki yang pernah bermain-main dengan pohon apel itu. Dia telah matang dan
dewasa.
“Marilah bermain-mainlah di sekitarku,” ajak pohon apel itu.
“Maafkan aku, tetapi aku bukan lagi anak lelaki yang suka bermain-main di sekitarmu. Aku
sudah dewasa. Aku mempunyai cita-cita untuk belayar. Malangnya, aku tidak mempunyai
perahu. Bolehkah kau menolongku?” Tanya lelaki itu.
“Aku tidak mempunyai perahu untuk diberikan kepada kau. Tetapi kau boleh memotong
batang pohon ini untuk dijadikan perahu. Kau akan dapat belayar dengan gembira,” kata
pohon apel itu.
Lelaki itu merasa amat gembira dan menebang batang pohon apel itu. Dia kemudian
pergi dari situ dengan gembiranya dan tidak kembali lagi selepas itu.
Namun begitu, pada suatu hari, seorang lelaki yang semakin di mamah usia, datang
menuju pohon apel itu. Dia adalah anak lelaki yang pernah bermain di sekitar pohon apel itu.
“Maafkan aku. Aku tidak ada apa-apa lagi untuk diberikan kepada kau. Aku sudah
memberikan buahku untuk kau jual, dahanku untuk kau buat rumah, batangku untuk kau buat
perahu. Aku hanya ada tunggul dengan akar yang hampir mati…” kata pohon apel itu dengan
nada pilu.
“Aku tidak mahu apelmu karena aku sudah tiada bergigi untuk memakannya, aku tidak mahu
dahanmu kerana aku sudah tua untuk memotongnya, aku tidak mahu batang pohonmu kerana
aku tidak berupaya untuk belayar lagi, aku merasa lelah dan ingin istirahat,” jawab lelaki tua
itu.
“Jika begitu, istirahatlah di perduku,” kata pohon apel itu. Lalu lelaki tua itu duduk
beristirahat di perdu pohon apel itu dan beristirahat. Mereka berdua menangis kegembiraan.
Tahukah kamu. Sebenarnya, pohon apel yang dimaksudkan di dalam cerita itu adalah
kedua-dua ibu bapak kita. Saat kita masih muda, kita suka bermain dengan mereka. Ketika
kita meningkat remaja, kita perlukan bantuan mereka untuk meneruskan hidup. Kita
tinggalkan mereka, dan hanya kembali meminta pertolongan apabila kita di dalam kesusahan.
Namun begitu, mereka tetap menolong kita dan melakukan apa saja asalkan kita bahagia dan
gembira dalam hidup. Anda mungkin terfikir bahwa anak lelaki itu bersikap kejam terhadap
pohon apel itu, tetapi fikirkanlah, itu hakikatnya bagaimana kebanyakan anak-anak masa kini
melayani ibu bapak mereka.
Hargailah jasa ibu bapak kepada kita. Jangan hanya kita menghargai mereka semasa
menyambut hari ibu dan hari bapak setiap tahun.
Allah SWT berfirman :
“Kami perintahkan kepada manusia supaya berbuat baik kepada dua orang ibu
bapaknya, ibunya mengandungnya dengan susah payah, dan melahirkannya dengan
susah payah (pula). Mengandungnya sampai menyapihnya adalah tiga puluh bulan,
sehingga apabila dia telah dewasa dan umurnya sampai empat puluh tahun ia berdo’a:
“Ya Tuhanku, tunjukilah aku untuk mensyukuri ni’mat Engkau yang telah Engkau
berikan kepadaku dan kepada ibu bapakku dan supaya aku dapat berbuat amal yang
saleh yang Engkau ridhai; berilah kebaikan kepadaku dengan (memberi kebaikan)
kepada anak cucuku. Sesungguhnya aku bertaubat kepada Engkau dan sesungguhnya
aku termasuk orang-orang yang berserah diri” [Q.S 46:15]
Belum ada kata terlambat untuk kembali berbakti kepada kedua orang tua kita biarpun
mereka sudah tidak ada di dunia fana ini…. salah satu kunci supaya bahagia di dunia dan di akhirat ialah dengan berbakti kepada Orang Tua. Jika tidak percaya . . . ?? Tes aja sendiri ^_^
Note: Artikel ini berasal dari berbagai sumber luar milik orang lain, dan maaf saya tak mencantumkan sumbernya dikarenakan telah lupa & tak tahu akan sumber tersebut.
Semoga pahala amal jariah selalu tercurah kepada pemilik asli yang sudah bersusah payah lagi ikhlas membuat artikel ini. Aamiin.
muat kembali buat saudara-saudara kita yang belum pernah membaca cerita ini
dan sebagai bahan review buat yang sudah pernah membaca. Semoga bermanfaat………
Suatu masa dahulu, terdapat sebatang pohon apel yang amat besar.Seorang kanak-
kanak lelaki begitu gemar bermain-main di sekitar pohon apel ini setiap hari. Dia memanjat
pohon tersebut, memetik serta memakan apel sepuas-puas hatinya, dan adakalanya dia
beristirahat lalu terlelap di perdu pohon apel tersebut. Anak lelaki tersebut begitu menyayangi
tempat permainannya.
Pohon apel itu juga menyukai anak tersebut. Masa berlalu… anak lelaki itu sudah
besar dan menjadi seorang remaja. Dia tidak lagi menghabiskan masanya setiap hari bermain
di sekitar pohon apel tersebut. Namun begitu, suatu hari dia datang kepada pohon apel
tersebut dengan wajah yang sedih.
“Marilah bermain-mainlah di sekitarku,” ajak pohon apel itu.
“Aku bukan lagi kanak-kanak, aku tidak lagi gemar bermain dengan engkau,” jawab remaja
itu.
“Aku mau permainan. Aku perlu uang untuk membelinya,” tambah remaja itu dengan nada
yang sedih.
Lalu pohon apel itu berkata, “Kalau begitu, petiklah apel-apel yang ada padaku.
Juallah untuk mendapatkan uang. Dengan itu, kau dapat membeli permainan yang
kauinginkan.”
Remaja itu dengan gembiranya memetik semua apel di pohon itu dan pergi dari situ.
Dia tidak kembali lagi selepas itu. Pohon apel itu merasa sedih.
Masa berlalu…
Suatu hari, remaja itu kembali. Dia semakin dewasa. Pohon apel itu merasa gembira.
“Marilah bermain-mainlah di sekitarku,” ajak pohon apel itu.
“Aku tiada waktu untuk bermain. Aku terpaksa bekerja untuk mendapatkan uang. Aku ingin
membina rumah sebagai tempat perlindungan untuk keluargaku. Bisakah kau menolongku?”
Tanya anak itu.
“Maafkan aku. Aku tidak mempunyai rumah. Tetapi kau boleh memotong dahan-dahanku
yang besar ini dan kau buatlah rumah daripadanya.” Pohon apel itu memberikan cadangan.
Lalu, remaja yang semakin dewasa itu memotong ke semua dahan pohon apel itu dan pergi
dengan gembiranya. Pohon apel itu pun turut gembira tetapi kemudiannya merasa sedih
karena remaja itu tidak kembali lagi selepas itu.
Suatu hari yang panas, seorang lelaki datang menemui pohon apel itu. Dia sebenarnya
adalah anak lelaki yang pernah bermain-main dengan pohon apel itu. Dia telah matang dan
dewasa.
“Marilah bermain-mainlah di sekitarku,” ajak pohon apel itu.
“Maafkan aku, tetapi aku bukan lagi anak lelaki yang suka bermain-main di sekitarmu. Aku
sudah dewasa. Aku mempunyai cita-cita untuk belayar. Malangnya, aku tidak mempunyai
perahu. Bolehkah kau menolongku?” Tanya lelaki itu.
“Aku tidak mempunyai perahu untuk diberikan kepada kau. Tetapi kau boleh memotong
batang pohon ini untuk dijadikan perahu. Kau akan dapat belayar dengan gembira,” kata
pohon apel itu.
Lelaki itu merasa amat gembira dan menebang batang pohon apel itu. Dia kemudian
pergi dari situ dengan gembiranya dan tidak kembali lagi selepas itu.
Namun begitu, pada suatu hari, seorang lelaki yang semakin di mamah usia, datang
menuju pohon apel itu. Dia adalah anak lelaki yang pernah bermain di sekitar pohon apel itu.
“Maafkan aku. Aku tidak ada apa-apa lagi untuk diberikan kepada kau. Aku sudah
memberikan buahku untuk kau jual, dahanku untuk kau buat rumah, batangku untuk kau buat
perahu. Aku hanya ada tunggul dengan akar yang hampir mati…” kata pohon apel itu dengan
nada pilu.
“Aku tidak mahu apelmu karena aku sudah tiada bergigi untuk memakannya, aku tidak mahu
dahanmu kerana aku sudah tua untuk memotongnya, aku tidak mahu batang pohonmu kerana
aku tidak berupaya untuk belayar lagi, aku merasa lelah dan ingin istirahat,” jawab lelaki tua
itu.
“Jika begitu, istirahatlah di perduku,” kata pohon apel itu. Lalu lelaki tua itu duduk
beristirahat di perdu pohon apel itu dan beristirahat. Mereka berdua menangis kegembiraan.
Tahukah kamu. Sebenarnya, pohon apel yang dimaksudkan di dalam cerita itu adalah
kedua-dua ibu bapak kita. Saat kita masih muda, kita suka bermain dengan mereka. Ketika
kita meningkat remaja, kita perlukan bantuan mereka untuk meneruskan hidup. Kita
tinggalkan mereka, dan hanya kembali meminta pertolongan apabila kita di dalam kesusahan.
Namun begitu, mereka tetap menolong kita dan melakukan apa saja asalkan kita bahagia dan
gembira dalam hidup. Anda mungkin terfikir bahwa anak lelaki itu bersikap kejam terhadap
pohon apel itu, tetapi fikirkanlah, itu hakikatnya bagaimana kebanyakan anak-anak masa kini
melayani ibu bapak mereka.
Hargailah jasa ibu bapak kepada kita. Jangan hanya kita menghargai mereka semasa
menyambut hari ibu dan hari bapak setiap tahun.
Allah SWT berfirman :
“Kami perintahkan kepada manusia supaya berbuat baik kepada dua orang ibu
bapaknya, ibunya mengandungnya dengan susah payah, dan melahirkannya dengan
susah payah (pula). Mengandungnya sampai menyapihnya adalah tiga puluh bulan,
sehingga apabila dia telah dewasa dan umurnya sampai empat puluh tahun ia berdo’a:
“Ya Tuhanku, tunjukilah aku untuk mensyukuri ni’mat Engkau yang telah Engkau
berikan kepadaku dan kepada ibu bapakku dan supaya aku dapat berbuat amal yang
saleh yang Engkau ridhai; berilah kebaikan kepadaku dengan (memberi kebaikan)
kepada anak cucuku. Sesungguhnya aku bertaubat kepada Engkau dan sesungguhnya
aku termasuk orang-orang yang berserah diri” [Q.S 46:15]
Belum ada kata terlambat untuk kembali berbakti kepada kedua orang tua kita biarpun
mereka sudah tidak ada di dunia fana ini…. salah satu kunci supaya bahagia di dunia dan di akhirat ialah dengan berbakti kepada Orang Tua. Jika tidak percaya . . . ?? Tes aja sendiri ^_^
Note: Artikel ini berasal dari berbagai sumber luar milik orang lain, dan maaf saya tak mencantumkan sumbernya dikarenakan telah lupa & tak tahu akan sumber tersebut.
Semoga pahala amal jariah selalu tercurah kepada pemilik asli yang sudah bersusah payah lagi ikhlas membuat artikel ini. Aamiin.
Belum ada Komentar untuk "Kisah Pohon Apel "
Posting Komentar