KISAH SANG PENULIS CILIK

Illustrasi : agus karianto
     Rumah berdinding bambu itu adalah tempat terindah bagi Seno. Walau kepergian ayahnya 2 tahun yang lalu menyisakan kesedihan yang mendalam namun semangat hidupnya tetap membara. Ibunya yang menderita sakit berkepanjangan tetap menyayangi anak satu-satunya yang masih duduk di kelas 3 sekolah dasar. Seno adalah anak yang pantang menyerah, tekun dalam belajar dan memiliki bakat terpendam sebagai seorang penulis.
     Bakat menulis Seno adalah warisan dari mendiang ayahnya yang juga seorang penulis cerita handal di negeri ini. Meskipun usia Seno masih kecil, namun hasil karya tulis ceritanya telah mengisi beberapa rubrik cerita di berbagai majalah dan surat kabar di daerahnya. Dan dari honor menulis tersebut Seno bisa digunakan untuk membantu keuangan ibunya. Setiap kali ibu Seno menerima uang honor menulis anaknya senantiasa diiringi isak tangis karena bangga melihat anaknya yang masih kecil namun sudah bisa berbakti kepada orang tuanya.
      "Sudahlah, Seno. Kamu jangan terus menerus melakukan itu," kata ibunya "Usiamu masih kecil. Kamu tidak pantas bersusah payah mencari uang untuk ibumu."
       "Hehehe...bu, Seno tidak merasa kecil. Seno merasa tidak capek. Seno merasa tidak mencari uang untuk ibu. Seno merasa senang kok menulis," jawab Seno sambil larut dalam pelukan ibunya.
       "Lho, kamu ini bagaimana. Kan setiap hari kamu menulis lalu pergi ke penerbit surat kabat dan majalah untuk menyerahkan tulisanmu. Dan kamu dapat duit. Kan itu namanya kerja, anakku."
       "Bu, kata ayah seorang penulis itu adalah orang yang bebas seperti burung rajawali. Semakin dia mengepakkan sayapnya maka terbangnya akan semakin tinggi. Nah, kalau sudah terbang tinggi maka dia bisa bebas pergi kemana saja sambil bebas memilih jenis makanan yang dia suka. Dan Seno ingin seperti burung Rajawali itu, ibu. Seno ingin senantiasa mengepakkan sayap dengan memperbanyak latihan menulis dan Seno ingin terbang tinggi sekali."
       "Oh, anakku," bisik ibunya sambil memeluk erat-erat tubuh si Seno. "Ternyata sifatmu seperti ayah yang senantiasa memiliki cita-cita tinggi. Baiklah, ibu ikut mendukung cita-citamu, Nak. Tetapi, untuk hari ini berhenti dulu menulis dan besok lanjutkan lagi, ya."
Kemudian Seno dan ibunya pergi tidur karena hari sudah larut malam.

                                                                ***
        Pagi hari, seperti biasa Seno pergi ke sekolah sambil berjalan kaki. Sebenarnya letak sekolahnya cukup jauh. Namun Seno lebih senang menuju sekolahnya dengan berjalan kaki sebab banyak ide-ide cerita yang bisa dia dapatkan sepanjang perjalanan. Dan setiap ide cerita yang dia dapatkan senantiasa ditulis dalam kertas seadanya agar tidak lupa dan bisa dibaca kembali saat akan membikin cerita. Sebab kata ayahnya : "Tangkaplah kupu-kupu ketika menghampirimu. Tulislah segera bila kita dapat  ide sebelum kita melupakannya"
        "Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh....Selamat pagi anak-anak," demikian kata Kepala Sekolah mengawali sambutan ketika memimpin upacara bendera di sekolah Seno.
"Hari ini ada sebuah berita penting yang akan bapak sampaikan. Hari ini kami Kepala Sekolah juga para Guru menyesal dan membuat kami terkejut. Hal ini dikarenakan ulah salah satu murid sekolah kita. Beberapa hari yang lalu Bapak didatangi oleh beberapa wartawan sehubungan dengan hal ini. "
        Dan betapa terkejutnya seluruh siswa mendengar pemberitahuan kepala sekolah mereka. Sesama siswa saling pandang dan saling berbisik untuk mengetahui maksud kepala sekolahnya. Mereka dihinggapi perasaan takut bila hal ini menyangkut mereka karena mereka takut mendapat sanksi dari sekolah.
        "Coba dengarkan anak-anak. Langsung saja saya akan memanggil salah seorang siswa yang bapak maksud. Ananda Seno silahkan maju ke hadapan Bapak."
         "Hah?!" seluruh siswa spontan mengarahkan pandangannya ke arah Seno berdiri. Ada yang memandang penuh curita. Ada yang berprasangka buruk. Ada yang mengolok-oloknya. "Dasar, anak miskin aja bikin ulah, uh!" Bahkan ada yang belum mengetahui  persolannya sudah menuduh hina : "Rasain tuh. budak kecil sialan."
          Kemudian si Seno melangkah menuju ke podium. Dia sama sekali tidak takut menghadap kepala sekolah sebab selama ini ia tidak pernah merasa bersalah baik di sekolah maupun dimana saja.
         "Ayo mendekat di samping kanan Bapak, Seno," lanjut kepala sekolah. "Coba kalian diam sebentar anak-anakku. Perlu kalian tahu Si Seno ini telah membikin Kepala Sekolah dan para guru gemes, menyesal, terkejut dan sekaligus kami dibuat bangga. Sebab apa? Beberapa hari yang lalu kami didatangi beberapa wartawan untuk wawancara. Dan ternyata Si Seno ini diam-diam telah membawa nama harum sekolah kita. Ya... Si Seno ini diam-diam ternyata telah ikut mengukir tinta emas nama sekolah kita. Walaupun dia masih kecil, ternyata dia memiliki bakat yang luar biasa. Ternyata tanpa sepengetahuan sekolah ia telah mengikuti kejuaraan menulis tingkat nasional. Dan dia dinobatkan menjadi juara utama kategori anak.anak."
        "Horeeee,,,,,horee.....hore.....hidup Seno...Hidup Seno....Seno...Seno...Seno..!!!." demikian terdengar teriakan seluruh peserta upacara pagi itu.
       "Dan dalam beberapa hari lagi Bapak beserta beberapa guru, Seno dan ibunya akan mendampingi dalam penyerahan hadiahnya. Dan perlu kalian ketahui bahwa hadiah yang akan diperoleh Seno adalah uang pembinaan sebesar Lima belas Juta Rupiah dan piala kejuaraan untuk Seno dan pihak sekolah. Terima kasih Seno," kata Kepala Sekolah sambil menepuk-nepuk pundak siswanya ini.
       Tiada henti-hentinya seluruh teman si Seno berdecak kagum terhadap prestasinya. Mereka tidak menyangka anak sekecil itu sudah berprestasi ke tingkat nasional.
       "Nah, Seno. Sekarang kamu coba ceritakan kesan dan pesanmu kepada kita agar anak-anak yang lain ikut termotivasi mengikuti jejakmu," kata kepala sekolah. Lalu si Seno maju ke depan sambil merendahkan posisi mikrophone agar sejajar ke mulutnya.
      "Bapak kepala sekolah, guru-guruku dan teman-temanku. Seno mengucapkan terima kasih atas sambutan yang luar biasa. Sebenarnya Seno cuma sekedar menyalurkan bakat saja dan mengikuti nasehat Bapak. Bapak Seno berpesan Bila kita punya bakat maka asahlah, bekerja keraslah, tekunlah berusaha untuk mengasah bakat kita. Bagaikan burung Rajawali bila dia tekun mengepakkan sayapnya maka akan bisa mencapai tempat yang tinggi. Penulis adalah sebuah profesi yang tidak mengenal batas umur, agama, ras dan semua orang berhak serta bebas menapaki profesi lewat penulisan ini. Seorang penulis akan senantiasa memanfaatkan waktunya untuk kegiatan yang positif seperti membaca dan menuliskannya dalam karya tulis apa saja. Dan keuntungan selanjutnya, dari hasil menulis kita akan mendapatkan uang untuk biaya sekolah kita. Demikian Bapak Kepala sekolah, guru-guru serta teman-temanku"
       Bapak kepala sekolah, guru-guru dan seluruh siswa tidak menyangka kalau seorang penulis cilik seusia Seno ternyata sudah memiliki wawasan yang luas. Mereka semakin bangga terhadap Seno meskipun si Seno tergolong anak yang miskin namun ternyata kaya akan wawasan jauh melebihi teman-teman seusianya.
        Dan setelah upacara usai, maka spontan seluruh guru dan siswa saling berebutan ingin menyalami si Seno yang sekarang terkenal dengan sebutan SI PENULIS CILIK
            

Belum ada Komentar untuk "KISAH SANG PENULIS CILIK"

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel