PENGERTIAN THAHARAH
Rabu, 22 April 2015
Tulis Komentar
JEJAK PENDIDIKAN- THAHARAH
Arti Thaharah
http://fahrizal91.blogspot.co.id/ |
Allah swt berfirman:
$pkr'¯»t ãÏoO£ßJø9$# ÇÊÈ óOè% öÉRr'sù ÇËÈ y7/uur ÷Éi9s3sù ÇÌÈ y7t/$uÏOur öÎdgsÜsù ÇÍÈ
Artinya;
“Hai orang yang berselimut. Bangunlah, kemudian berilah peringatan !, dan agungkanlah Tuhanmu. Dan bersihkanlah pakaianmu“.(QS. Al-Muddatstsir : 1-4).
Dan pada surat Al-Baqarah ayat 222;
tRqè=t«ó¡our Ç`tã ÇÙÅsyJø9$# ( ö@è% uqèd ]r& (#qä9ÍtIôã$$sù uä!$|¡ÏiY9$# Îû ÇÙÅsyJø9$# ( wur £`èdqç/tø)s? 4Ó®Lym tbößgôÜt ( #sÎ*sù tbö£gsÜs? Æèdqè?ù'sù ô`ÏB ß]øym ãNä.ttBr& ª!$# 4 ¨bÎ) ©!$# =Ïtä tûüÎ/º§qG9$# =Ïtäur úïÌÎdgsÜtFßJø9$# ÇËËËÈ
Artinya: “
“Mereka bertanya kepadamu tentang haidh. Katakanlah: "Haidh itu adalah suatu kotoran". oleh sebab itu hendaklah kamu menjauhkan diri dari wanita di waktu haidh; dan janganlah kamu mendekati mereka, sebelum mereka suci. apabila mereka Telah suci, Maka campurilah mereka itu di tempat yang diperintahkan Allah kepadamu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertaubat dan menyukai orang-orang yang mensucikan diri”.
B. Macam-Macam Thaharah
1) Thaharah Hakiki
Thaharah secara hakiki maksudnya adalah hal-hal yang terkait dengan kebersihan badan, pakain dan tempat shalat dari najis. Boleh dikatakan bahwa thaharah secara hakiki adalah terbebasnya seseorang dari najis.
Seorang yang shalat dengan memakai pakaian yang ada noda darah atau air kencing, tidak sah shalatnya. Karena dia tidak terbebas dari ketidaksucian secara hakiki. Thaharah secara hakiki bisa didapat dengan menghilangkan najis yang menempel, baik pada badan, pakaian atau tempat untuk melakukan ibadah ritual. Caranya bermacam-macam tergantung level kenajisannya. Bila najis itu ringan, cukup dengan memercikkan air saja, maka najis itu dianggap telah lenyap. Bila najis itu berat, harus dicuci dengan air 7 kali dan salah satunya dengan tanah. Bila najis itu pertengahan, disucikan dengan cara mencucinya dengan air biasa, hingga hilang warna najisnya. Dan juga hilang bau najisnya. Dan juga hilang rasa najisnya.[2]
Seorang yang shalat dengan memakai pakaian yang ada noda darah atau air kencing, tidak sah shalatnya. Karena dia tidak terbebas dari ketidaksucian secara hakiki. Thaharah secara hakiki bisa didapat dengan menghilangkan najis yang menempel, baik pada badan, pakaian atau tempat untuk melakukan ibadah ritual. Caranya bermacam-macam tergantung level kenajisannya. Bila najis itu ringan, cukup dengan memercikkan air saja, maka najis itu dianggap telah lenyap. Bila najis itu berat, harus dicuci dengan air 7 kali dan salah satunya dengan tanah. Bila najis itu pertengahan, disucikan dengan cara mencucinya dengan air biasa, hingga hilang warna najisnya. Dan juga hilang bau najisnya. Dan juga hilang rasa najisnya.[2]
2) Thaharah Hukmi
Sedangkan thaharah secara hukmi maksudnya adalah sucinya kita dari hadats, baik hadats kecil maupun hadats besar (kondisi janabah). Thaharah secara hukmi tidak terlihat kotornya secara pisik. Bahkan boleh jadi secara pisik tidak ada kotoran pada diri kita. Namun tidak adanya kotoran yang menempel pada diri kita, belum tentu dipandang bersih secara hukum. Bersih secara hukum adalah kesucian secara ritual.
Seorang yang tertidur batal wudhu'-nya, boleh jadi secara pisik tidak ada kotoran yang menimpanya. Namun dia wajib berthaharah ulang dengan cara berwudhu' bila ingin melakukan ibadah ritual tertentu seperti shalat, thawaf dan lainnya.[3]
Seorang yang tertidur batal wudhu'-nya, boleh jadi secara pisik tidak ada kotoran yang menimpanya. Namun dia wajib berthaharah ulang dengan cara berwudhu' bila ingin melakukan ibadah ritual tertentu seperti shalat, thawaf dan lainnya.[3]
Demikian pula dengan orang yang keluar mani. Meski dia telah mencuci maninya dengan bersih, lalu mengganti bajunya dengan yang baru, dia tetap belum dikatakan suci dari hadats besar hingga selesai dari mandi janabah.
Jadi secara thaharah secara hukmi adalah kesucian secara ritual, dimana secara pisik memang tidak ada kotoran yang menempel, namun seolah-olah dirinya tidak suci untuk melakukan ritual ibadah. Thaharah secara hukmi dilakukan dengan berwudhu' atau mandi janabah.
Jadi secara thaharah secara hukmi adalah kesucian secara ritual, dimana secara pisik memang tidak ada kotoran yang menempel, namun seolah-olah dirinya tidak suci untuk melakukan ritual ibadah. Thaharah secara hukmi dilakukan dengan berwudhu' atau mandi janabah.
C. Tujuan dan fungsi thaharah
1) Tujuan Thaharah
Tujuan dari thaharah bagi seluruh manusia adalah untuk mensucikan diri dengan cara menghilangkan hadas besar dengan cara mandi atau tayammum. dan menghilangkan hadas kecil dengan cara berwudh’ atau bisa juga dengan tayamum apabila di tempat tersebut sangat sukar untuk mendapatkan air.
2) Fungsi Thaharah
Thaharah juga merupakan pangkal pokok ibadah yang menjadi penyongsong bagi manusia yang menghubungkan diri dengan Allah, sebagaimana sabda Rasulullah yang bahwa:
لا ىقبل الله صلاة بغىر طهور (رواه مسلم)
Artinya:
“Allah tidak menerima shalat orang-orang yang tidak bersuci” (H.R muslim)
Dari hadis diatas dapat kita pahami yang bahwa, Allah mengnjurkan kepada kita semua melalui hadits Nabi untuk bersuci, dengan demikian maka manusiapun akan mendapat keridhaan Allah dalam hidupnya.
D. Pentingnya Thaharah
1) Islam Adalah Agama Kebersihan
Perhatian Islam atas dua jenis kesucian itu -hakiki dan maknawi- merupakan bukti otentik tentang konsistensi Islam atas kesucian dan kebersihan. Dan bahwa Islam adalah peri hidup yang paling unggul dalam urusan keindahan dan kebersihan.[4]
2) Islam Memperhatian Pencegahan Penyakit
Termasuk juga bentuk perhatian serius atas masalah kesehatan baik yang bersifat umum atau khusus. Serta pembentukan pisik dengan bentuk yang terbaik dan penampilan yang terindah. Perhatian ini juga merupakan isyarat kepada masyarakat untuk mencegah tersebarnya penyakit, kemalasan dan keengganan. Sebab wudhu' an mandi itu secara pisik terbukti bisa menyegarkan tubuh, mengembalikan fitalitas dan membersihkan diri dari segala macam kuman penyakit yang setiap sat bisa menyerang kondisi tubuh. Secara ilmu kedokteran modern terbukti bahwa upaya yang paling efektif untuk mencegah terjadinya wabah penyakit adalah dengan menjaga kebersihan. Dan seperti yang sudah sering disebutkan bahwa mencegah itu jauh lebih baik dari mengobati.
3) Orang Yang Menjaga Kebersihan Dipuji Allah
Sosok pribadi muslim sejati adalah orang yang bisa menjadi teladan dan idola dalam arti yang positif di tengah manusia dalam hal kesucian dan kebersihan. Baik kesucian zahir maupun maupun batin. Sebagaimana sabda Rasulullah SAW kepada jamaah dari shahabatnya : “Kalian akan mendatangi saudaramu, maka perbaguslah kedatanganmu dan perbaguslah penampilanmu. Sehingga sosokmu bisa seperti tahi lalat di tengah manusia (menjadi pemanis). Sesungguhnya Allah tidak menyukai hal yang kotor dan keji. (HR. Ahmad)”
4) Kesucian Itu Sebagian Dari Iman
Rasulullah SAW telah menyatakan bahwa urusan kesucian itu sangat terkait dengan nilai dan derajat keimanan seseorang. Bila urusan kesucian ini bagus, maka imannya pun bagus. Dan sebaliknya, bila masalah kesucian ini tidak diperhatikan,
الطهور شطر الإيمان
Artinya: Kesucian itu bagian dari Iman (HR. Muslim)
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Air yang dapat dipakai bersuci ialah air yang bersih (suci dan mensucikan) yaitu air yang turun dari langit atau keluar dari bumi yang belum di pakai untuk bersuci.
Thaharah secara hakiki maksudnya adalah hal-hal yang terkait dengan kebersihan badan, pakain dan tempat shalat dari najis. thaharah secara hukmi maksudnya adalah sucinya kita dari hadats, baik hadats kecil maupun hadats besar (kondisi janabah).
Tujuan dari thaharah bagi seluruh manusia adalah untuk mensucikan diri dengan cara menghilangkan hadas besar dengan cara mandi atau tayammum. dan menghilangkan hadas kecil dengan cara berwudh’ atau bisa juga dengan tayamum apabila di tempat tersebut sangat sukar untuk mendapatkan air.
DAFTAR PUSTAKA
Al-Funani, Zainuddin bin Abdul Azizi Al-Malibari.I’anatudhtalibin, jilid 4. Libanon: Bairud.
Al-Bajuri, sheh,Ibrahim. al- Bajuri A’la Ibn Qasimilghazi, jilid 2. Libanon: Bairud.
Rusy, Ibnu. 1990. Bidayatu Mujtahid Wanihayatul Muqtashid. Semaramg: Toha Putra.
Al-Hafizh, Ibnu Hajar Al-Asqalani. Bulughul Marrami Adillatul Ahkami. Semarang: Toha Putra.
Rifa’i, Muhammad. 1978. Ilmu Fiqih Islam Lengkap. Semaramg: Toha putra.
[1]Ibnu Rusy. Bidayatul Mujtahid wa nihayatul muqtashid, (Jakarta: pustaka amani) 1989. Hlm. 4
[2] Ibid . hal 6
[3] Ibid. Hal 9.
[4] Moh rifai. Ilmu fiqh islam lengkap. (semarang; toha putra)1978. Hlm 46.
Belum ada Komentar untuk "PENGERTIAN THAHARAH"
Posting Komentar